Perusahaan dalam rangka memperluas kegiatan usaha umumnya
mendirikan kantor cabang didaerah-daerah tertentu sesuai dengan strategi pasar
perusahaan. Tempat pendirian cabang ini tentu berbeda daerah dengan tempat
kedudukan kantor pusat, sehingga cakupan wilayah kerja kantor pajaknya pun akan
berbeda. Kegiatan yang dilakukan oleh
cabang umumnya berkaitan dengan operasioalisasi usaha kantor pusat, maka cabang
mempunyai karyawan sendiri untuk menunjang operasional usaha perusahaan. Disamping karyawan yang menerima penghasilan,
terkadang cabang juga melakukan transaksi-transaksi yang didalamnya mempunyai
aspek perpajakan. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah : apakah cabang
diwajibkan untuk mempunyai NPWP tersendiri?
Dalam pasal asal
2 ayat (1) UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP).
Dalam ayat tersebut disebutkan bahwa wajib pajak yang telah memenuhi
persyaratan obyektif dan/atau subyektif wajib mendaftarkan diri pada kantor
Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat
tinggal atau tempat kedudukan. Tempat kedudukan ditafsirkan sebagai semua
tempat usaha wajib pajak yang dapat berbentuk kantor cabang, kantor perwakilan, kantor menejeman,
pabrik dan lain sebagainya. Dari paparan ayat ini dapat disimpulkan bahwa
kantor cabang yang didirikan di wilayah kerja kantor Dirjen pajak atau Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) yang berbeda dengan kantor pusat maka wajib bagi kantor
cabang untuk mendaftarkan sebagai wajib pajak di kantor Dirjen pajak /KPP
sesuai dengan wilayah tempat kantor cabang didirikan. Pendaftaran diri di
kantor Dirjen pajak ini ditandai dengan diberikannya NPWP kantor cabang. NPWP
kantor cabang ini umumnya sama dengan npwp kantor pusat, hanya saja berbeda
kode wilayah kantor Dirjen Pajak/KPP.
Berkaitan dengan syarat subyektif dan obyektif, dalam penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU KUP tersebut dijelaskan
bahwa persyaratan subjektif adalah persyaratan
yang sesuai dengan ketentuan mengenai subjek pajak dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan
perubahannya, yaitu adanya subyek atau pihak yang menerima penghasilan. Apabila
cabang mempunyai karyawan dan menerima penghasilan (gaji), maka tempat
terhutang pajak atas penghasilan tersebut adalah di kantor cabang, meskipun
yang membayarkan adalah kantor pusat.
Adapun persyaratan objektif
adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan
atau diwajibkan untuk melakukan
pemotongan/pemungutan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pajak
Penghasilan dan perubahannya.
Bagaimana
konsekuensi apabila kantor cabang tidak mendaftar atau membuat NPWP di KPP wilayah tempat kantor cabang berkedudukan?
Dalam Pasal 2
ayat (4) UU KUP ditegaskan bahwa terhadap wajib pajak atau pengusaha kena pajak
yang tidak memenuhi kewajiban untuk
mendaftarkan diri dan/atau melaporkan usahanya dapat diterbitkan NPWP dan/atau
pengukuhan PKP secara jabatan. Hal
ini dapat dilakukan apabila berdasarkan data yang diperoleh atau dimiiiki oleh Dirjen
Pajak ternyata orang pribadi atau badan atau Pengusaha tersebut telah memenuhi
syarat untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak. Secara jabatan disini diartikan bahwa pihak Dirjen pajak
dapat menetapkan secara sepihak NPWP kepada cabang. Namun konsekuensi bila
diberikan NPWP secara sepihak ini adalah Dirjen Pajak akan melakukan penelitian
berkaitan dengan kewajiban pajak yang
seharusnya dilakukan oleh kantor cabang selama 5 (lima) tahun kebelakang. Hal
ini diatur dalam Pasal 2 ayat (4a) UU KUP.
Kewajiban apa
saja yang harus dilaporkan oleh Kantor Cabang yang mempunyai NPWP sendiri.?
Sesuai dengan
ketentuan Pajak yang berlaku, terdapat jenis pajak yang dilakukan oleh kantor
cabang, yaitu :
a. PPh Pasal 21.
Sesuai
dengan Surat Edaran Dirjen Pajak nomor No.SE-23/PJ.43/2000, pemotongan PPh
Pasal 21 dan atau Pasal 26 antara lain adalah pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan
pusat maupun cabang, bentuk usaha tetap, perwakilan atau unit, yang
membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama
apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan. Pemotongan Pajak yang dilakukan oleh kantor
cabang, perwakilan atau unit tempat pembayaran imbalan jasa
ketenagakerjaan dimaksud dilakukan yang pada
umumnya menunjuk pada tempat pelaksanaan pekerjaan, jasa dan kegiatan.
b. PPh Pasal 23
Berbeda
dengan ketentuan berkaitan dengan PPh pasal 21 di atas, sesuai dengan ketentuan
pasal 23 UU PPh disebutkan “ ……......dipotong
pajak oleh pihak yang wajib membayarkan." Dari ketentuan ini dapat
disimpulkan bahwa atas PPh pasal 23 akan terutang ditempat dilakukannya
pembayaran Penghasilan. Apabila
pembayaran penghasilan dilaukan oleh kantor cabang, maka PPh pasal 23 akan
dipotong , disetorkan dan dilaporkan oleh kantor cabang. Namun, sebaliknya
apabila pembayaran penghasilan dilakukan oleh kantor pusat, maka PPh pasal 23
akan dipotong, disetor dan dilaporkan
oleh kantor pusat.
c.PPN
PPN dapat
terutang di kantor cabang bila terdapat penyerahan Barang atau Jasa Kena Pajak
dan perusahaan tidak melakukan sentralisasi pemungutan PPN.